Permenaker Nomor 1 Tahun 2025 Tentang Perubahan Tata Cara Penyelenggaraan Program JKK, JKM, dan JHT
Berdasarkan Permenaker Nomor 1 Tahun 2025 Tentang Perubahan Tata Cara Penyelenggaraan Program JKK, JKM, dan JHT yang dimaksud Jaminan Kecelakaan Kerja yang selanjutnya disingkat JKK adalah manfaat berupa uang tunai dan/atau pelayanan kesehatan yang diberikan pada saat Peserta mengalami Kecelakaan Kerja atau penyakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja.
Jaminan Kematian yang
selanjutnya disebut JKM adalah manfaat uang tunai yang diberikan kepada ahli
waris ketika Peserta meninggal dunia bukan akibat Kecelakaan Kerja. Sedangkan Jaminan
Hari Tua yang selanjutnya disingkat JHT adalah manfaat uang tunai yang
dibayarkan sekaligus pada saat Peserta memasuki usia pensiun, meninggal dunia,
atau mengalami Cacat Total Tetap.
Isi Permenaker Nomor 1 Tahun 2025 Tentang Tata
Cara Penyelenggaraan Program JKK (Jaminan Kecelakaan Kerja), JKM (Jaminan
Kematian), dan JHT (Jaminan Hari Tua) antara lain menyatakan bahwa Ketentuan
ayat (2) Pasal 2 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 2 ayat (1) Peserta
Penerima Upah meliputi: a) Pekerja yang bekerja pada Pemberi Kerja penyelenggara
negara; dan b) Pekerja yang bekerja pada Pemberi Kerja Selain Penyelenggara
Negara.
Pasal 2 ayat (2) Pekerja
yang bekerja pada penyelenggara negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a selain yang berstatus calon pegawai negeri sipil, pegawai negeri sipil, pegawai
pemerintah dengan perjanjian kerja, prajurit Tentara Nasional Indonesia, anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia, pejabat negara, prajurit siswa Tentara Nasional
Indonesia, dan peserta didik Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pasal 2 ayat (3) Pekerja
yang bekerja pada Pemberi Kerja Selain Penyelenggara Negara sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b termasuk: a) Pekerja dalam masa percobaan; b) komisaris dan
direksi yang menerima Upah; dan c) pengawas dan pengurus yang menerima Upah.
Di antara Pasal 3 dan
Pasal 4 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 3A sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 3A
(1)
Setiap Pejabat Pembina Kepegawaian wajib mendaftarkan pegawai non ASN sebagai Peserta
dalam program JKK, program JKM, dan program JHT pada BPJS Ketenagakerjaan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan dengan mengisi formulir sebagai berikut:
a) pendaftaran Pemberi Kerja; b) pendaftaran Pekerja; dan c) rincian Iuran
Pekerja.
(2)
Pejabat Pembina Kepegawaian wajib menyampaikan formulir sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) yang telah diisi secara lengkap meliputi data pegawai non ASN beserta anggota
keluarganya kepada BPJS Ketenagakerjaan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak
formulir pendaftaran diterima dari BPJS Ketenagakerjaan yang dibuktikan dengan
tanda terima.
(3)
Data pegawai non ASN beserta anggota keluarganya sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), termasuk data penerima manfaat beasiswa pendidikan Anak.
(4)
BPJS Ketenagakerjaan wajib mengeluarkan nomor kepesertaan pada hari yang sama saat
formulir pendaftaran diterima secara lengkap dan benar serta Iuran pertama dibayar
lunas kepada BPJS Ketenagakerjaan.
(5)
BPJS Ketenagakerjaan menerbitkan sertifikat kepesertaan bagi Pejabat Pembina Kepegawaian
dan Kartu Peserta BPJS Ketenagakerjaan bagi seluruh pegawai non ASN yang disampaikan
melalui Pejabat Pembina Kepegawaian, paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak formulir
pendaftaran diterima secara lengkap dan benar serta Iuran pertama dibayar lunas
kepada BPJS Ketenagakerjaan.
(6)
Pejabat Pembina Kepegawaian menyampaikan Kartu Peserta BPJS Ketenagakerjaan kepada
Peserta paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak diterima dari BPJS
Ketenagakerjaan.
(7)
Kepesertaan program JKK, program JKM, dan program JHT mulai berlaku sejak nomor
kepesertaan dikeluarkan.
Ketentuan
ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) Pasal 4 diubah dan setelah ayat (4)
ditambahkan 5 (lima) ayat, yakni ayat (5), ayat (6), ayat (7), ayat (8), dan
ayat (9) sehingga Pasal 4 berbunyi sebagai berikut:
Pasal
4
(1)
Dalam hal terdapat perubahan data, Pekerja wajib menyampaikan perubahan data dirinya
dan keluarganya secara lengkap dan benar kepada Pemberi Kerja.
(2)
Dalam hal terdapat perubahan data, pegawai non ASN wajib menyampaikan perubahan
data dirinya dan keluarganya secara lengkap dan benar kepada Pejabat Pembina
Kepegawaian.
(3)
Pemberi Kerja wajib menyampaikan perubahan data Pekerja dan keluarganya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) kepada BPJS Ketenagakerjaan paling lama 7 (tujuh) hari kerja
sejak perubahan data diterima dari Pekerja.
(4)
Pejabat Pembina Kepegawaian wajib menyampaikan perubahan data pegawai non ASN dan
keluarganya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada BPJS Ketenagakerjaan paling
lama 7 (tujuh) hari kerja sejak perubahan data diterima dari pegawai non ASN.
(5)
Pemberi Kerja wajib menyampaikan perubahan data kepesertaan meliputi: a) nama
dan alamat perusahaan; b) jenis kelompok usaha; c) jumlah aset dan omset; d) data
Upah, Iuran, jumlah Pekerja dan program yang diikuti; dan e) data lainnya yang terkait
dengan penyelenggaraan jaminan sosial.
(6)
Pejabat Pembina Kepegawaian wajib menyampaikan perubahan data kepesertaan meliputi:
a) nama dan alamat instansi; b) nama dan alamat unit kerja; c) jumlah pegawai non
ASN, data Upah, Iuran, dan program yang diikuti; dan d) data lainnya yang terkait
dengan penyelenggaraan jaminan sosial.
(7)
Dalam hal Pemberi Kerja tidak melaporkan perubahan data sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) dan terjadi risiko, perhitungan manfaat dilakukan berdasarkan data terakhir
yang diterima BPJS Ketenagakerjaan.
(8)
Dalam hal Pejabat Pembina Kepegawaian tidak melaporkan perubahan data sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) dan terjadi risiko, perhitungan manfaat dilakukan
berdasarkan data terakhir yang diterima BPJS Ketenagakerjaan.
(9)
Pejabat Pembina Kepegawaian dapat mendelegasikan penyampaian perubahan data sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) kepada pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Ketentuan Pasal 5 diubah
sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 5
Pendaftaran dan perubahan
data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 3A, dan Pasal 4 dapat dilakukan
secara daring dan/atau luring.
Ketentuan Pasal 7
diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 7
(1)
Peserta yang mengalami Kecelakaan Kerja berhak mendapatkan manfaat JKK.
(2)
Kecelakaan Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.
kecelakaan yang terjadi akibat kerja dan/atau di Tempat Kerja sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan peraturan perundang-undangan bidang keselamatan dan kesehatan
kerja;
b.
kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju Tempat Kerja
atau sebaliknya melalui jalan yang biasa dilalui atau wajar dilalui;
c.
kecelakaan yang terjadi pada saat menjalankan tugas atau perjalanan dinas atas perintah
dan/atau untuk kepentingan perusahaan dan/atau Pemberi Kerja atau ada kaitannya
dengan pekerjaan;
d.
kecelakaan yang terjadi pada saat waktu kerja dan waktu istirahat kerja di
dalam atau di luar Tempat Kerja karena melakukan hal-hal penting dan/atau mendesak
atas seizin atau sepengetahuan Pemberi Kerja;
e.
PAK;
f.
meninggal dunia mendadak di Tempat Kerja; atau
g.
kekerasan fisik dan/atau pemerkosaan yang terjadi di Tempat Kerja dan/atau dalam
hubungan kerja.
(3)
Kecelakaan Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, huruf b, huruf c, dan
huruf d harus memenuhi adanya rudapaksa yang dibuktikan dengan adanya
jejas/luka/cidera atau bukti lainnya pada tubuh manusia akibat suatu peristiwa
atau kejadian.
(4)
Kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf b diperhitungkan sejak Pekerja keluar dari rumah.
(5)
Kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, huruf c, dan huruf d pembuktiannya
harus dilengkapi dengan surat keterangan dari kepolisian, saksi yang mengetahui
kejadian kecelakaan, atau saksi lainnya yang relevan.
(6)
Kekerasan fisik dan/atau pemerkosaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf g
pembuktiannya harus dilengkapi dengan surat keterangan dari kepolisian atas kejadian
kekerasan fisik dan/atau pemerkosaan serta visum et repertum untuk korban kekerasan
fisik dan/atau pemerkosaan.
(7)
Kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, pembuktiannya harus disertai
dengan adanya surat perintah/tugas.
(8)
Meninggal dunia mendadak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f harus memenuhi
persyaratan: a) pada saat bekerja di Tempat Kerja seorang Pekerja tiba-tiba meninggal
dunia tanpa melihat penyebab dari penyakit yang dideritanya; atau b) pada saat bekerja
di Tempat Kerja seorang Pekerja mendapat serangan penyakit kemudian dibawa ke fasilitas
pelayanan kesehatan dan meninggal dunia dalam waktu tidak lebih dari 24 (dua
puluh empat) jam dari saat terjadinya serangan penyakit.
(9)
Kondisi lain yang termasuk dalam kriteria Kecelakaan Kerja meliputi: a) kecelakaan
yang terjadi pada waktu melakukan kerja lembur, yang dibuktikan dengan surat
perintah lembur; b) kecelakaan yang terjadi pada waktu melaksanakan aktivitas lain
yang berkaitan dengan kepentingan Pemberi Kerja, yang dibuktikan dengan surat tugas
dari perusahaan; c) kecelakaan yang terjadi pada waktu Peserta sedang menjalankan
cuti dan mendapat panggilan atau tugas dari Pemberi Kerja, dengan cakupan pelindungannya
meliputi perjalanan pergi dan pulang untuk memenuhi panggilan tersebut; d) kecelakaan
yang terjadi dalam perjalanan pergi dan pulang dari base camp atau anjungan yang
berada di Tempat Kerja menuju ke tempat tinggal Pekerja untuk menjalani istirahat,
yang dibuktikan dengan keterangan perusahaan dan jadwal kerja; atau e) kecelakaan
yang terjadi dalam perjalanan pergi dan pulang melalui jalan yang biasa dilalui
atau wajar bagi Pekerja yang setiap akhir pekan kembali ke rumah tempat tinggal
yang sebenarnya.
Ketentuan ayat (1), ayat
(3), dan ayat (4) Pasal 8 diubah dan di antara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan
1 (satu) ayat, yakni ayat (1a), serta di antara ayat (2) dan ayat (3) disisipkan
3 (tiga) ayat, yakni ayat (2a), ayat (2b), dan ayat (2c) sehingga Pasal 8 berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 8
(1)
Pemberi Kerja wajib melaporkan setiap Kecelakaan Kerja atau PAK yang menimpa Pekerjanya
kepada: a) Dinas Provinsi atau unit pengawasan ketenagakerjaan setempat; dan b)
BPJS Ketenagakerjaan.
(1a)
Pejabat Pembina Kepegawaian wajib melaporkan setiap Kecelakaan Kerja atau PAK yang
menimpa pegawai non ASN kepada: a) Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang ketenagakerjaan, Dinas Provinsi atau unit pengawasan ketenagakerjaan
setempat; dan b) BPJS Ketenagakerjaan. Laporan disampaikan dalam jangka waktu paling
lama 2 x 24 jam sejak terjadinya
Kecelakaan Kerja atau sejak didiagnosis PAK.
(2a)
Dalam hal jangka waktu penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
terlampaui, manfaat JKK menjadi kewajiban Pemberi Kerja.
(2b)
Pemberi Kerja mengajukan penggantian manfaat JKK sebagaimana dimaksud pada ayat
(2a) kepada BPJS Ketenagakerjaan setelah menyampaikan laporan.
(2c)
Pengajuan penggantian manfaat JKK sebagaimana dimaksud pada ayat (2b) diberikan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3)
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (1a) merupakan laporan tahap
I dan dibuat dengan menggunakan formulir Kecelakaan Kerja tahap I sebagaimana diatur
dalam Peraturan BPJS Ketenagakerjaan.
(4)
Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (1a) dapat dilakukan
secara daring dan/atau luring.
Di antara Pasal 8 dan
Pasal 9 disisipkan 6 (enam) pasal, yakni Pasal 8A, Pasal 8B, Pasal 8C, Pasal 8D,
Pasal 8E, dan Pasal 8F sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal
8A
(1)
Peserta, keluarga Peserta, serikat Pekerja/serikat buruh di tempat Pemberi
Kerja, dan/atau fasilitas pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan
berhak memberitahukan dugaan Kecelakaan Kerja atau dugaan PAK yang dialami oleh
Peserta Penerima Upah kepada:
a.
Pemberi Kerja/Pejabat Pembina Kepegawaian;
b.
BPJS Ketenagakerjaan;
c.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan; dan/atau
d.
Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan,
Dinas Provinsi atau unit pengawasan ketenagakerjaan setempat.
(2)
Pemberitahuan dugaan Kecelakaan Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling
sedikit memuat informasi sebagai berikut: a) nomor kepesertaan/nomor induk kependudukan;
b) kronologi kejadian, termasuk tempat, sumber penyebab, tanggal dan waktu kejadian
Kecelakaan Kerja; dan c) nama dan nomor telepon pihak yang memberitahukan
dan/atau pihak yang dapat dihubungi.
(3)
Pemberitahuan dugaan PAK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat
informasi sebagai berikut: a) nomor kepesertaan/nomor induk kependudukan; b) nama
dan nomor telepon pihak yang memberitahukan dan/atau pihak yang dapat dihubungi;
c) jenis pekerjaan; d) masa kerja dan masa kerja pada pekerjaan terakhir; e) sumber
pajanan; dan f) diagnosis klinis.
Pemberitahuan dugaan Kecelakaan
Kerja atau dugaan PAK tidak membebaskan kewajiban Pemberi Kerja atau Pejabat Pembina
Kepegawaian untuk melaporkan dugaan Kecelakaan Kerja atau dugaan PAK yang menimpa
Pekerjanya atau pegawai non ASN.
Pasal
8B
(1)
Pemberi Kerja atau Pejabat Pembina Kepegawaian wajib melaporkan dugaan Kecelakaan
Kerja atau dugaan PAK yang menimpa pekerjanya atau pegawai non ASN kepada:
a.
Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan,
Dinas Provinsi atau unit pengawasan ketenagakerjaan setempat; dan
b.
BPJS Ketenagakerjaan.
(2)
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dalam jangka waktu
paling lama 2 x 24 jam sejak adanya dugaan Kecelakaan Kerja atau diagnosis klinis
dugaan PAK oleh Dokter Pemeriksa.
(3)
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan laporan tahap I dan dibuat
dengan menggunakan formulir Kecelakaan Kerja tahap I. (4) Penyampaian laporan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan secara daring dan/atau luring.
Pasal
8C
(1)
BPJS Ketenagakerjaan membuat kesimpulan mengenai dugaan Kecelakaan Kerja paling
lama 30 (tiga puluh) hari sejak laporan tahap I diterima.
(2)
Dalam membuat kesimpulan mengenai Kecelakaan Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), BPJS Ketenagakerjaan melakukan tahapan sebagai berikut:
a. memastikan
eligibilitas status kepesertaan di BPJS Ketenagakerjaan dan Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial Kesehatan untuk Peserta yang mengalami dugaan Kecelakaan Kerja;
b. memastikan adanya laporan
tahap I yang diterima BPJS Ketenagakerjaan;
c. melakukan verifikasi
kesesuaian dokumen dan informasi yang diperoleh dengan ruang lingkup Kecelakaan
Kerja;
d. melakukan pengecekan
kasus jika diperlukan; dan
e. membuat hasil
kesimpulan Kecelakaan Kerja atau bukan Kecelakaan Kerja.
Pasal 8D
(1)
Dugaan kasus PAK disimpulkan oleh dokter yang merawat/memeriksa pada fasilitas pelayanan
kesehatan yang telah bekerja sama dengan BPJS Ketenagakerjaan dan Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial Kesehatan.
(2)
BPJS Ketenagakerjaan berkoordinasi dengan dokter yang merawat/memeriksa untuk mendapatkan
hasil kesimpulan dugaan kasus PAK paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak laporan
tahap I diterima.
(3)
Sebelum berkoordinasi dengan dokter yang merawat/memeriksa, BPJS Ketenagakerjaan
melakukan tahapan sebagai berikut:
a.
memastikan eligibilitas status kepesertaan di BPJS Ketenagakerjaan dan Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial Kesehatan untuk Peserta yang mengalami dugaan PAK;
b.
memastikan adanya laporan tahap I yang diterima BPJS Ketenagakerjaan;
c.
melakukan verifikasi kesesuaian dokumen dan informasi yang diperoleh dengan
kriteria PAK; dan
d.
melakukan pengecekan kasus jika diperlukan.
Pasal 8E
(1)
Pelayanan kesehatan untuk dugaan Kecelakaan Kerja atau dugaan PAK sebelum mendapatkan
kesimpulan atau penetapan status sebagai Kecelakaan Kerja/PAK atau bukan Kecelakaan
Kerja/bukan PAK dijamin terlebih dahulu oleh BPJS Ketenagakerjaan pada fasilitas
pelayanan kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Ketenagakerjaan dan/atau Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan.
(2)
Dalam hal Peserta mendapatkan pelayanan kesehatan dugaan Kecelakaan Kerja atau
dugaan PAK pada fasilitas pelayanan kesehatan yang tidak bekerja sama dengan
BPJS Ketenagakerjaan dan/atau Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan,
apabila telah disimpulkan merupakan Kecelakaan Kerja atau PAK maka biaya
pelayanan kesehatan ditagihkan kepada BPJS Ketenagakerjaan.
(3)
Pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan hak kelas
rawat inap dan tarif pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang mengatur mengenai program jaminan kesehatan.
Pasal 8F
(1)
Penjaminan pelayanan kesehatan atas dugaan Kecelakaan Kerja atau dugaan PAK sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8E ayat (1) dilakukan sampai dengan status dugaan Kecelakaan
Kerja atau dugaan PAK disimpulkan atau ditetapkan sebagai Kecelakaan Kerja atau
PAK, atau bukan Kecelakaan Kerja atau bukan PAK.
(2)
Dalam hal dugaan Kecelakaan Kerja atau dugaan PAK sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) telah disimpulkan atau ditetapkan merupakan Kecelakaan Kerja atau PAK, semua
biaya pelayanan kesehatan menjadi manfaat JKK yang dibayarkan oleh BPJS Ketenagakerjaan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3)
Dalam hal dugaan Kecelakaan Kerja atau dugaan PAK sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) telah disimpulkan atau ditetapkan bukan merupakan Kecelakaan Kerja atau bukan
PAK, BPJS Ketenagakerjaan menyampaikan hasil kesimpulan atau penetapan kepada Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan untuk dilakukan pengalihan penjaminan paling
lambat 2 (dua) hari kerja sejak disimpulkan atau ditetapkan bukan Kecelakaan Kerja
atau bukan PAK.
(4)
Dalam hal dugaan Kecelakaan Kerja atau dugaan PAK sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) telah disimpulkan atau ditetapkan bukan Kecelakaan Kerja atau bukan PAK, semua
biaya pelayanan kesehatan ditanggung oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5)
Dalam hal Peserta tidak terdaftar dalam program jaminan kesehatan nasional maka
semua biaya pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditanggung oleh
Peserta atau penyelenggara jaminan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(6)
Penyimpulan atau penetapan dugaan Kecelakaan Kerja atau dugaan PAK dilakukan
paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak laporan tahap I diterima oleh BPJS
Ketenagakerjaan.
Selengkapny silahkan
download dan baca Salinan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Permenaker Nomor 1
Tahun 2025 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 5
Tahun 2021 Tentang Tata Cara Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja,
Jaminan Kematian, Dan Jaminan Hari Tua
Link download Permenakert Nomor 1 Tahun 2025 PDF
Demikian informasi
tentang Permenaker Nomor 1 Tahun 2025 Tentang Perubahan Tata Cara
Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, Dan Jaminan
Hari Tua. Semoga ada manfaatnya.
No comments
Post a Comment