Persetjen - Persesjen Kemendikbudristek Nomor 17 Tahun 2022 Tentang Pedoman Pelaksanaan Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 Tentang Pencegahan Dan Penanganan Kekerasan Seksual Di Lingkungan Perguruan Tinggi, diterbitkan dengan pertimbangan: a) bahwa untuk mendukung upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di perguruan tinggi diperlukan percepatan implementasi Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi; b) bahwa untuk mempercepat implementasi Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu disusun pedoman; c) bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi tentang Pedoman Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi.
Berdasarkan pasal 1 Persesjen Kemendikbudristek Nomor 17 Tahun
2022 Tentang Pedoman Pelaksanaan Permendikbudristek (Peraturan Menteri
Pendidikan, Kebudayaan, Riset, Dan Teknologi) Nomor 30 Tahun 2021 Tentang
Pencegahan Dan Penanganan Kekerasan Seksual Di Lingkungan Perguruan Tinggi, dinyatakan
bahwa Pedoman pelaksanaan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan
perguruan tinggi merupakan acuan teknis dalam melakukan pencegahan dan penanganan
kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi bagi perguruan tinggi,
mahasiswa, pendidik, tenaga kependidikan, warga kampus, dan pihak terkait.
Selanjutnya Pasal 2 Persekjen - Persesjen Kemendikbudristek Nomor 17 Tahun 2022 menyatakan bahwa Pedoman
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Sekretaris Jenderal ini.
Sedangkan pada Pasal 3 Persesjen Kemendikbudristek Nomor 17 Tahun
2022 Tentang Pedoman Pelaksanaan Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 Tentang
Pencegahan Dan Penanganan Kekerasan Seksual Di Lingkungan Perguruan Tinggi, dinyatakan
bahw Pada saat Peraturan Sekretaris Jenderal ini mulai berlaku, Buku Pedoman Pelaksanaan
Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nomor 30 Tahun 2021
tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan
Tinggi, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Adapun Prinsip yang
diterapkan dalam melaksanakan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual
sebagai berikut.
1. Kepentingan Terbaik bagi
Korban
Pencegahan
Kekerasan Seksual yang mengutamakan kepentingan terbaik bagi Korban merupakan
langkah pencegahan berorientasi pada Korban yang bertujuan untuk menciptakan
ruang aman bagi semua sivitas akademika terutama bagi Korban untuk tidak takut
melaporkan kasusnya. Pada aspek Pencegahan, Perguruan Tinggi wajib: a) menyediakan
mekanisme pengaduan atau pelaporan yang aman bagi orang yang mengalami dan/atau
mengetahui adanya Kekerasan Seksual saat pelaksanaan Tridarma baik di dalam
kampus dan/atau luar kampus; b) melakukan sosialisasi mengenai layanan atau kanal
pelaporan Kekerasan Seksual ke seluruh mahasiswa, tenaga kependidikan, dan
warga kampus secara rutin; dan c) memasang tanda peringatan “area bebas dari
kekerasan seksual” dan tanda lokasi Satuan Tugas sebagai upaya untuk
menginternalisasi nilai-nilai anti Kekerasan Seksual dan meningkatkan kesadaran
mahasiswa, pendidik, tenaga kependidikan, dan warga kampus.
Sementara
itu, upaya Penanganan Kekerasan Seksual yang mengutamakan kepentingan terbaik
bagi Korban merupakan langkah yang berorientasi pada pemulihan Korban, melibatkan
persetujuan Korban dalam setiap tahapnya, melindungi dan memberdayakan, serta
menjaga kerahasiaan identitas dan keselamatan Korban. Dengan kata lain, Korban yang
menentukan tahap yang ingin dijalankan olehnya setelah ia mengetahui tahapan penanganan
yang tersedia beserta risiko setiap tahapannya.
2. Keadilan dan Kesetaraan
Gender
Pelaksanaan
Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi menerapkan nilai
keadilan dan kesetaraan gender dengan menggunakan perspektif kesetaraan gender dan
hak disabilitas melalui: a) mata kuliah dan/atau program pengenalan lingkungan
Perguruan Tinggi; b) peningkatan kapasitas pendidik untuk menyampaikan materi
perkuliahan atau program orientasi mahasiswa baru, pendidik baru, tenaga
kependidikan baru, dan warga kampus baru selain program sosialisasi Permendikbudristek
PPKS untuk sivitas akademika dan warga kampus yang sudah ada; c) Penanganan yang
empatik dan sensitif terhadap kemungkinan adanya ketimpangan relasi kuasa
dan/atau gender dalam laporan Kekerasan Seksual; d) akses dan mekanisme layanan
pemulihan yang mudah untuk mahasiswa, dosen, tenaga kependidikan, dan warga
kampus yang menjadi Korban Kekerasan Seksual; dan e) pengenaan sanksi yang tegas
bagi pelaku Kekerasan Seksual secara adil dan proporsional, yang dihitung bukan
berdasarkan peluang pelaku memperbaiki diri, melainkan berdasarkan penderitaan
atau kerugian yang dialami Korban dan lingkungan Perguruan Tinggi akibat
perbuatan pelaku.
3. Kesetaraan Hak dan
Aksesibilitas bagi Penyandang Disabilitas
Dalam
melaksanakan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi menerapkan
nilai keadilan dan kesetaraan hak dengan menggunakan perspektif kesetaraan hak
dan hak disabilitas bagi mahasiswa, pendidik, tenaga kependidikan, dan warga
kampus penyandang disabilitas, Perguruan Tinggi harus: a) berinisiatif mengintegrasikan
perspektif disabilitas ke dalam mata kuliah, baik mata kuliah wajib perguruan
tinggi maupun fakultas, dan/atau menyelenggarakan seminar bertemakan hukum dan
perspektif disabilitas, berdasarkan kesiapan masing-masing Perguruan Tinggi; b)
melakukan sosialisasi mengenai layanan atau kanal pelaporan Kekerasan Seksual yang
ramah penyandang disabilitas kepada seluruh mahasiswa, dosen, tenaga
kependidikan, dan warga kampus secara rutin; c) menyediakan pedoman Penanganan laporan
Kekerasan Seksual yang mudah diakses oleh mahasiswa, dosen, tenaga
kependidikan, dan warga kampus penyandang disabilitas; dan d) menyediakan mekanisme
koordinasi antara Satuan Tugas dan unit yang berfungsi memberikan layanan kepada
penyandang disabilitas di Perguruan Tinggi dalam menyelenggarakan kegiatan Pencegahan
dan proses Penanganan.
4. Akuntabilitas
Perguruan
Tinggi melaksanakan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual dengan prinsip
akuntabilitas melalui: a) penyediaan sumber daya yang memadai untuk
penyelenggaraan kegiatan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di
Perguruan Tinggi; b) komunikasi dan koordinasi langkah-langkah atau proses
Penanganan Kekerasan Seksual yang akan diambil oleh Satuan Tugas kepada Korban;
c) penyampaian laporan tentang kegiatan Pencegahan Kekerasan Seksual dan data serta
status Penanganan Kekerasan Seksual yang sudah dijalankan Satuan Tugas dan Pemimpin
Perguruan Tinggi secara rutin dengan tetap menjaga kerahasiaan identitas Korban
dan saksi; dan d) penyampaian laporan hasil pemantauan dan evaluasi terhadap
Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi oleh Pemimpin Perguruan
Tinggi kepada Kementerian paling sedikit 1 (satu) kali dalam 6 (enam) bulan
atau sewaktu-waktu jika diperlukan. Prinsip akuntabilitas dalam Penanganan
laporan tetap berpegang pada prinsip kerahasiaan identitas pelapor
(Korban/saksi Korban).
5. Independen
Perguruan
Tinggi bertanggung jawab melaksanakan upaya Pencegahan dan Penanganan Kekerasan
Seksual secara independen, bebas dari pengaruh maupun tekanan dari pihak
manapun, dengan: a) membangun sistem Penanganan Kekerasan Seksual yang bebas
dari pengaruh atau tekanan apa pun; b) bertindak profesional atau tidak terpengaruh
oleh konflik kepentingan, penilaian subjektif, perilaku favoritisme, dan
gratifikasi dalam Penanganan setiap laporan Kekerasan Seksual; c) mendorong terwujudnya
sistem layanan terpadu yang berorientasi pada kepentingan terbaik bagi Korban;
dan d) memberi pelindungan bagi Korban, saksi, dan pendamping Korban dari berbagai
bentuk intimidasi seperti ancaman fisik dan/atau psikologis, pengurangan nilai akademik
atau penurunan jabatan, pemberhentian status sebagai mahasiswa, pendidik, atau
tenaga kependidikan, pelaporan, tuntutan pidana atau gugatan perdata.
Dalam
mewujudkan sistem Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual yang berorientasi
pada kepentingan terbaik bagi Korban, Perguruan Tinggi yang memiliki keterbatasan
sumber daya dapat bekerja sama dengan pihak eksternal Perguruan Tinggi yang
berpengalaman dalam penanganan Kekerasan Seksual termasuk pendampingan Korban dengan
prinsip kesetaraan gender dan hak disabilitas.
6. Kehati-hatian
Pada
aspek Pencegahan Kekerasan Seksual, diperlukan prinsip kehati-hatian dari
Perguruan Tinggi dalam menyusun isi dari kegiatan-kegiatan kampanye dan sosialisasi.
Tujuannya supaya narasi yang terbangun bukanlah pada pembatasan ruang gerak dan
ekspresi mahasiswa, pendidik, tenaga kependidikan, dan warga kampus melainkan pada
peningkatan kolaborasi Pencegahan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi. Dengan
demikian, suasana pelaksanaan Tridarma yang manusiawi, bermartabat, setara, inklusif,
kolaboratif, serta tanpa kekerasan dapat berkembang.
Pada
aspek Penanganan Kekerasan Seksual diperlukan juga prinsip kehati-hatian dari
Perguruan Tinggi dalam hal: a) menerima laporan Kekerasan Seksual dengan menjaga
kerahasiaan identitas pihak yang terkait langsung dengan laporan, kecuali Terlapor
yang sudah terbukti melakukan Kekerasan Seksual; b) memprioritaskan keamanan data
dan keselamatan Korban, saksi, dan/atau pelapor dalam Penanganan kasus
Kekerasan Seksual; dan c) memberi informasi kepada Korban dan saksi mengenai hak-haknya,
mekanisme Penanganan laporannya dan pemulihannya, dan kemungkinan risiko yang akan
dihadapi serta rencana mitigasi atas risiko tersebut.
7. Konsisten
Pelaksanaan
Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual yang konsisten berarti Perguruan
Tinggi secara sistematis dan rutin: a) melakukan sosialisasi Permendikbudristek
PPKS pada setiap masa penerimaan mahasiswa baru; b) memberi peningkatan kapasitas
kepada jajaran pengelola Perguruan Tinggi, pendidik, tenaga kependidikan, dan
warga kampus dalam menyelenggarakan pelayanan dan pendidikan yang inklusif dan
adil; c) menjalankan kolaborasi antara jajaran pengelola Perguruan Tinggi dan komunitas/kelompok/organisasi
yang sudah berpengalaman memberikan edukasi tentang Kekerasan Seksual dan/atau layanan
pendampingan bagi Korban di Perguruan Tinggi, untuk meningkatkan kualitas kegiatan
Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi; d) mendorong
sebanyak mungkin pendidik dan pimpinan Perguruan Tinggi termasuk anggota rektorat,
dekanat serta dewan guru besar, untuk ikut aktif mengampanyekan kegiatan anti
Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi dan/atau mendaftarkan diri saat seleksi
anggota Satuan Tugas bagi yang memenuhi syarat; e) menguatkan Satuan Tugas untuk
melaksanakan Penanganan Kekerasan Seksual sesuai dengan prosedur sejak tahap
penerimaan laporan sampai dengan pelaksanaan pemulihan Korban dan tindakan
Pencegahan keberulangan; f) menjalankan survei Kekerasan Seksual bagi
mahasiswa, pendidik, tenaga kependidikan, dan warga kampus; g) membuat
perencanaan pengembangan kegiatan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual
yang dijalankan oleh Perguruan Tinggi; dan h) memastikan Korban Kekerasan Seksual
di Perguruan Tinggi dapat kembali memaksimalkan potensi dirinya dalam menempuh
pendidikan tinggi atau menjalankan pekerjaannya dengan aman.
8. Jaminan Ketidakberulangan
Setiap
peristiwa Kekerasan Seksual, baik ringan maupun berat, dapat berakibat pada hilangnya
kesempatan Korban, sivitas akademika, tenaga pendidik, warga kampus, serta masyarakat
di lingkungan sekitarnya untuk memperoleh pembelajaran dan tata kelola
Perguruan Tinggi dengan aman dan optimal. Oleh karena itu, dalam Penanganan
setiap laporan Kekerasan Seksual, Perguruan Tinggi harus: a) memberikan sanksi yang
adil dan proporsional kepada setiap pelaku Kekerasan Seksual yang dapat
memberikan efek jera bagi pelaku yang berasal dari semua sivitas akademika dan warga
kampus lainnya; b) memberikan sanksi tegas tanpa memandang status dan kedudukan
pelaku; c) melakukan langkah-langkah peningkatan keamanan Perguruan Tinggi dari
Kekerasan Seksual untuk mencegah keberulangan, mulai dari penguatan pembelajaran
dan tata kelola sampai dengan budaya komunitas mahasiswa, pendidik, dan tenaga
kependidikan di Perguruan Tinggi; dan d) memantau, mengevaluasi, dan terus meningkatkan
kapasitas Satuan Tugas dalam melaksanakan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan
Seksual.
Selengkapnya silahkan
download dan baca Persesjen
Kemendikbudristek Nomor 17 Tahun 2022 Tentang Pedoman Pelaksanaan Permendikbudristek
(Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, Dan Teknologi) Nomor 30 Tahun
2021 Tentang Pencegahan Dan Penanganan Kekerasan Seksual Di Lingkungan
Perguruan Tinggi. LINK DOWNLOAD DISINI
Demikian informasi tentang Persesjen Kemendikbudristek Nomor 17 Tahun
2022 Tentang Pedoman Pelaksanaan Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 Tentang
Pencegahan Dan Penanganan Kekerasan Seksual Di Lingkungan Perguruan Tinggi.
Semoga ada manfaatnya.
Terima kasih telah berbagi. Terima kasih atas pemberian dan kemurahan yang selalu senantiasa membantu kami melalui tulisan yang ada di blog ini. Kebaikan adalah apa yang kamu lakukan, dan kamu melakukannya dengan sangat baik. Terima kasih banyak.
Thank you for posting very useful information. Continue to work to help the general public become smarter. We wish you success and always in good health.