Bagaimana Hasil Kebudayaan Masyarakat Praaksara dan Kehidupan Sosial-Ekonomi Masyarakat Praaksara? Sebelumnya mari kita ketahui apa itu zaman praaksara. Kehidupan masyarakat zaman praaksaramerupakan kehidupan pada masa di mana catatan sejarah tertulis belum ada. Masa praaksara disebut juga masa prasejarah atau nirleka. Masa praaksara adalah zaman sebelum ditemukan tulisan atau zaman sebelum manusia mengenal tulisan. Manusia pada zaman praaksara antara lain Meganthropus Palaeojavanicus, Pithecanthropus Erectus, dan Homo Sapiens.
Masa pra aksara atau biasa disebut masa prasejarah adalah masa kehidupan manusia sebelum mengenal tulisan. Manusia yang diperkirakan hidup pada masa pra aksara adalah manusia purba. Pada masa ini, kita tidak dapat mengetahui sejarah serta kebudayaan manusia melalui tulisan. Satu-satunya sumber untuk mengetahui kehidupan manusia purba hanya melalui peninggalan-peninggalan mereka yang berupa fosil, alat-alat kehidupan, dan fosil tumbuh-tumbuhan maupun hewan yang hidup dan berkembang pada masa itu.
Zaman pra aksara berlangsung sangat lama, yaitu sejak manusia belum mengenal tulisan hingga manusia mulai mengenal dan menggunakan tulisan. Zaman manusia mengenal dan menggunakan tulisan disebut zaman aksara atau zaman sejarah. Zaman pra aksara di Indonesia berlangsung sampai abad ke-3 Masehi. Jadi, pada abad ke-4 Masehi, manusia Indonesia baru mulai mengenal tulisan. Hal ini dapat diketahui dari batu bertulis yang terdapat di Muara Kaman, Kalimantan Timur. Meskipun prasasti tersebut tidak berangka tahun, tetapi bahasa dan bentuk huruf yang digunakan menunjukkan bahwa prasasti tersebut dibuat kurang lebih tahun 400 Masehi. Kehidupan masyarakat praaksara dibagi menjadi tiga masa, yaitu: masa berburu dan mengumpulkan makanan, Masa bercocok tanam, dan Masa perundagian.
1) Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan
Kehidupan manusia masa berburu dan mengumpulkan makanan, dari sejak Pithecanthropus sampai dengan Homo sapiens dari Wajak sangat bergantung pada kondisi alam. Mereka tinggal di padang rumput dengan semak belukar yang letaknya berdekatan dengan sungai. Daerah itu juga merupakan tempat persinggahan hewan-hewan seperti kerbau, kuda, monyet, banteng, dan rusa, untuk mencari mangsa. Hewan-hewan inilah yang kemudian diburu oleh manusia. Di samping berburu, mereka juga mengumpulkan tumbuhan yang mereka temukan seperti ubi, keladi, daun-daunan, dan buah-buahan. Mereka bertempat tinggal di dalam gua-gua yang tidak jauh dari sumber air, atau di dekat sungai yang terdapat sumber makanan seperti ikan, kerang, dan siput.
Ada dua hal yang penting dalam sistem hidup manusia Praaksara (masa berburu dan mengumpulkan makanan) yaitu membuat alat-alat dari batu yang masih kasar, tulang, dan kayu disesuaikan dengan keperluannya, seperti kapak perimbas, alat-alat serpih, dan kapak genggam. Selain itu, manusia Praaksara juga membutuhan api untuk memasak dan penerangan pada malam hari. Api dibuat dengan cara menggosokkan dua keping batu yang mengandung unsur besi sehingga menimbulkan percikan api dan membakar lumut atau rumput kering yang telah disiapkan.Sesuai dengan mata pencahariannya, manusia Praaksara tidak mempunyai tempat tinggal tetap, tetapi selalu berpindah-pindah (nomaden) mencari tempat-tempat yang banyak bahan makanan. Tempat yang mereka pilih di sekitar padang rumput yang sering dilalui binatang buruan, di dekat danau atau sungai, dan di tepi pantai. Dalam kehidupan sosial, manusia Praaksara hidup dalam kelompok-kelompok dan membekali dirinya untuk menghadapi lingkungan sekelilingnya. Beberapa ahli membagi masa ini menjadi 2 (dua) yaitu masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana dan masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut.
2) Masa Bercocok Tanam
Masa bercocok tanam adalah masa ketika manusia mulai memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara memanfaatkan hutan belukar untuk dijadikan ladang. Masa bercocok tanam terjadi ketika cara hidup berburu dan mengumpulkan bahan makanan ditinggalkan. Pada masa ini, mereka mulai hidup menetap di suatu tempat. Manusia Praaksara yang hidup pada masa bercocok tanam adalah Homo sapiens, baik itu ras Mongoloid maupun ras Austromelanesoid.
Masa ini sangat penting dalam sejarah perkembangan masyarakat karena pada masa ini terdapat beberapa penemuan baru seperti penguasaan sumber-sumber alam. Berbagai macam tumbuhan dan hewan mulai dipelihara. Mereka bercocok tanam dengan cara berladang. Pembukaan lahan dilakukan dengan cara menebang dan membakar hutan. Jenis tanaman yang ditanam adalah ubi, pisang, dan sukun. Selain berladang, kegiatan berburu dan menangkap ikan terus dilakukan untuk mencukupi kebutuhan akan protein hewani. Kemudian, mereka secara perlahan meninggalkan cara berladang dan digantikan dengan bersawah. Jenis tanamannya adalah padi dan umbi-umbian. Dalam perkembangan selanjutnya, manusia praaksara masa ini mampu membuat alat-alat dari batu yang sudah diasah lebih halus serta mulai dikenalnya pembuatan gerabah. Alat-alatnya berupa beliung persegi dan kapak lonjong, alat-alat pemukul dari kayu, dan mata panah.
Pada masa bercocok tanam, manusia mulai hidup menetap di suatu perkampungan yang terdiri atas tempat-tempat tinggal sederhana yang didiami secara berkelompok oleh beberapa keluarga. Mereka mendirikan rumah panggung untuk menghindari binatang buas. Kebersamaan dan gotong royong mereka junjung tinggi. Semua aktivitas kehidupan, mereka kerjakan secara gotong royong. Tinggal hidup menetap menimbulkan masalah berupa penimbunan sampah dan kotoran sehingga timbul pencemaran lingkungan dan wabah penyakit. Pengobatan dilakukan oleh para dukun. Pada masa bercocok tanam, bentuk perdagangan bersifat barter. Barang-barang yang dipertukarkan waktu itu ialah hasil-hasil bercocok tanam, hasil kerajinan tangan (gerabah, beliung), garam, dan ikan yang dihasilkan oleh penduduk pantai.
3) Masa Perundagian
Masa perundagian merupakan masa akhir Prasejarah di Indonesia. Menurut R.P. Soejono, kata perundagian berasal dari bahasa Bali: undagi, yang artinya adalah seseorang atau sekelompok orang atau segolongan orang yang mempunyai kepandaian atau keterampilan jenis usaha tertentu, misalnya pembuatan gerabah, perhiasan kayu, sampan, dan batu (Nugroho Notosusanto, et.al, 2007). Manusia Praaksara yang hidup pada masa perundagian adalah ras Australomelanesoid dan Mongoloid. Pada masa perundagian, manusia hidup di desa-desa, di daerah pegunungan, dataran rendah, dan di tepi pantai dalam tata kehidupan yang makin teratur dan terpimpin. Kehidupan masyarakat pada masa perundagian ditandai dengan dikenalnya pengolahan logam. Alat-alat yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari sudah banyak yang terbuat dari logam. Adanya alat-alat dari logam tidak serta merta menghilangkan penggunaan alat-alat dari batu. Masyarakat masa perundagian masih menggunakan alat-alat yang terbuat dari batu. Penggunaan bahan logam tidak tersebar luas sebagaimana halnya penggunaan bahan batu. Kondisi ini disebabkan persediaan logam masih sangat terbatas. Dengan keterbatasan ini, hanya orang-orang tertentu saja yang memiliki keahlian untuk mengolah logam.
Pada masa perundagian, perkampungan sudah lebih besar karena adanya hamparan lahan pertanian. Perkampungan yang terbentuk lebih teratur dari sebelumnya. Setiap kampung memiliki pemimpin yang disegani oleh masyarakat.Pada masa ini, sudah ada pembagian kerja yang jelas disesuaikan dengan keahlian masing-masing. Masyarakat tersusun menjadi kelompok majemuk, seperti kelompok petani, pedagang, maupun perajin. Masyarakat juga telah membentuk aturan adat istiadat yang dilakukan secara turun-temurun. Hubungan dengan daerah-daerah di sekitar Kepulauan Nusantara mulai terjalin. Peninggalan masa perundagian menunjukkan kekayaan dan keanekaragaman budaya. Berbagai bentuk benda seni, peralatan hidup, dan upacara menunjukkan kepada kita bahwa kehidupan masyarakat masa itu sudah memiliki kebudayaan yang tinggi.
Hasil Kebudayaan Zaman Pra Aksara
1) Hasil Kebudayaan Paleolithikum
Kebudayan paleolithikum merupakan kebudayaan batu, dimana manusia masih mempergunakan peralatan yang terbuat dari batu, serta teknik pembuatanya masih kasar. Secara garis besar, kebudayaan paleolithikum dibedakan:
a. Kebudayaan Pacitan
Kebudayaan Pacitan, ditemukan oleh Von Koenigswald, alat yang ditemukan berupa kapak genggam, serta alat serpihyang masih kasar, yang diperkirakan hasil kebudayaan manusia jenis Meganthropus.
b. Kebudayaan Ngandong
Kebudayaan Ngandong merupakan hasil kebudayaan yang ditemukan di daerah Ngandong, Ngawi, Jawa Timur, alat yang ditemukan berupa peralatan yang terbuat dari tulang dan tanduk rusa, yang diperkirakan sebagai alat penusuk, belati, atau mata tombak.
2. Kebudayaan Mesolithikum, atau kebudayaan jaman batu madya. Hasil peninggalan kebudayaan adalah ditemukannya kebudayaan Kjokkenmoddinger dan kebudayaan abris sous roche. Kjokkenmoddinger merupakan sampah dapur yang berupa tumpukan kulit kerang, yang di dalamnya ditemukan kapak genggam/pebble dan kapak pendek. Abris sous roche, merupakan hasil kebudayaan yang ditemukan di gua-gua, ditemukan peralatan dari batu yang sudah diasah, serta peralatan dati tulang dan tanduk. Banyak ditemukan di daerah Bojonegoro, Sulawesi Selatan, serta Besuki.
3. Kebudayaan Neolithikum, merupakan hasil kebudayaan jaman batu baru, dengan pembuatan yang lebih sempurna, serta lebih halus dan disesuaian dengan fungsinya. Alat pada masa ini digunakan untuk pertanian dan perkebunan. Alat yang terkenal dari masa ini adalah kapak persegi dan belinug persegi. Kapak persegi mirip dengan cangkul, digunakan untuk kegiatan persawahan dan tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Kapak lonjong adalah alat dari batu yang diasah dan berbentuk lonjong seperti bulat telur. Daerah penemuannya di Indonesia timur, seperti Minahasa dan Papua.
4. Kebudayaan Logam disebut juga hasil kebudayaan dari masa perundagian. Disebut sebagai masa perundagian karena manusia sudah mulai mengenal dan menguasai teknologi tahap awal, dengan mulai mengembangkan ketrampilan pertukangan untuk membuat peralatan yang sesuai kebutuhan hidup.Pada masa itu sudah dikenal peralatan yang terbuat dari perunggu dan besi. Berikut ini merupakan peninggalan dari masa perundagian:
a) peralatan dari besi,yang berupa beliung, cangkul, mata pisau, mata tombak dan sabit
b) Gerabah, yakni peralatan yang terbuat dari tanah liat,
c) Pakaian, merupakan pakaian yang terbuat dari kulit kayu,
d) Perhiasan, berupa gelang dan kalung, baik yang terbuat dari batu dan kerang, maupun yang terbuat dari perunggu,
e) Nekara, merupakan tambur yang berbentuk seperti dandang terbalik, digunakan dalam upacara pemujaan, sehingga alat ini di anggap suci. Banyak ditemukan di Sumatra, Jawa, Bali, Sumbawa, Pulau Selayar, Pulau Roti.
f) Kapak perunggu atau juga disebut kapak corong atau kapak sepatu.
g) Kapak Perunggu
5. Kebudayaan Megalithikum, ditandai dengan munculnya bangunan-bangunan yang dianggap suci dengan menggunakan batu-batu yang berukuran besar. Kebudayaan megalitik banyak berhubungan dengan kegiatan keagamaan terutama dalam kegiatan pemujaan roh nenek moyang. Hasil kebudayaan megalitikum antara lain:
a. Menhir, merupakan tiang atau tugu batu yang digunakan untuk pemujaan dan peringatan akan roh nenek moyang.
b. Dolmen, merupakan bangunan seperti meja yang terbuat dari batu yang digunakan untuk meletakan sesaji dan pemujaan arwah nenek moyang.
c. Sarkofagus dan Kubur batu merupakan keranda yang terbuat dari batu, dan kubur batu yang terbuat dari lempengan batu.
d. Punden berundak, merupakan bangunan untuk pemujaan dan tersusun secara bertingkat
Kehidupan Sosial-Ekonomi Masyarakat Praaksara
1. Masa Berburu dan Meramu
Kehidupan sosial ekonomi pada masa berburu dan meramu dicirikan dengan hal-hal sebagai berikut:
· Aktivitas mencari dan mengumpulkan makanan. Pada masa itu, manusia purba hidup dari berburu dan meramu. Berburu berarti mencari dan menangkap binatang buruan seperti banteng, kerbau liar, rusa, sedangkan meramu berarti mencari dan mengumpulkan makanan yakni mencari bahan makanan yang sekiranya enak dimakan, sepeti umbi-umbian, keladi, dan juga daun-daunan. Cara hidup dengan cara seperti di atas disebut sebagai food gathering.
· Hidup secara berkelompok. Hidup manusia purba pada masa itu sangat bergantung dari alam, maka dari itu untuk menghindari bahaya dari binatang buas, mereka akan hidup bergerombol di tempat-tempat yang menyediakan banyak bahan makanan, serta menyediakan air, juga tempat-tempat yang banyak dilalui oleh binatang buruan. Mereka tinggal di tempat seperti padang rumput, hutan yang berdekatan dengan sungai. Yang berburu biasanya adalah laki-laki, sedangkan yang perempuan bertugas mengasuh anak dan meramu makanan.
· Bertempat tinggal sementara. Manusia purba mulai belajar dari alam. Yakni mereka menyadari bahwa bahan makanan pada suatu tempat akan habis, maka dari itu merekaakan berpindah dari satu tempat ke tempat lain yang masih menyediakan banyak bahan makanan. Biasanya mereka memilih gua-gua, tepi danau, tepi sungai atau bahkan di tepi pantai.
· Alat untuk mencari, berburu dan meramu bahan makanan. Manusia praaksara sudah bisa menggunakan alat bantu sederhana dalam mengumpulkan makanan. Alat bantu itu terbuat dari batu yang diasah sederhana, tulang, ataupun kayu. Pada masa berburu dan meramu, manusia purba menggunakan peralatan sebagai berikut:
· Kapak Genggam. Merupakan sejenis kapak yang terbuat dari batu, namun tidak bertangkai. Digunakan untuk memukul bahan makanan, atau melempar binatang buruan serta mengorek tanah untuk mencari umbi-umbian. Kapak genggam seperti ini banyak ditemukan di Pacitan, Jawa Timur. Kapak genggam ini biasa juga disebut kapak penetak atau chopper.
· Alat serpih. Merupakan alat-alat yang terbuat dari batu pipih yang diasah dan berukuran lebih kecil dari kapak genggam, berfungsi sebagai alat untuk penusuk ataupun sebagai pisau.
· Alat-alat yang terbuat dari tulang dan kayu. Alat yang terbuat dari tulang biasanya berupa mata tombak, yang bertangkai kayu, digunakan untuk berburu ataupun menangkap ikan.
· Pebble merupakan alat semacam kapak genggam yang terbuat dari batu kali, ada juga yang berupa batu penggilingan/pipisan yang digunakan untuk menghaluskan makanan.
· Anak panah/flake. Digunakan untuk berburu dan mencari ikan. Dan dalam perkembangannya, manusia purba jenis pithecanthropus erectus ternyata sudah mengenal api.
2. Kehidupan pada masa bermukim dan bercocok tanam.
Memasuki zaman Neolithikum, kehidupan sosial ekonomi manusia purba sudah mencapai tingkatan yang cukup maju, yakni ditandai dengan perkembangan Homo Sapiens Murni yaitu manusia purba yang sudah menggunakan akal pikiran secara sempurna, yang mendorong adanya perubahan besar dalam kehidupan manusia purba yakni manusia mulai bermukim secara menetap, dengan ciri:
· Kehidupan bermukim dan berladang. Setelah tingggal secara menetap, manusia purba mulai mengenal bercocok tanam, dengan menanam tumbuhan yang sekiranya menghasilkan bahan makanan. Mereka membakar belukar dan menebang pohon untuk ditanami padi-padian, sukun, pisang, dan bahan makanan lain. Disamping itu mereka masih berburu dan menangkap ikan. Makin lama mereka mengenal beternak seperti unggas, sapi, kerbau, kuda. Dengan demikian manusia pada masa itu tidak lagi bergantung pada alam tetapi sudah memproduksi sendiri bahan makananya atau dikenal dengan istilah food producing.
· Kegiatan bercocok tanam di persawahan. Dengan hidup dengan cara menetap, telah mendorong populasi manusia purba meningkat secara pesat, yang mendorong juga pada peningkatan kegiatan food producing. Pertanian meningkat dengan mulai beragamnya jenis tanaman yang di tanam. Manusia juga mulai mengenal pembuatan pematang untuk menahan air, yang dilengkapi dengan saluran air, ini merupakan tehnik irigasi permulaan. Setelah itu manusia mulai mengenal padi-padian, sayur-sayuran, dan juga mulai mengenal menanam padi di persawahan,
· Alat yang digunakan adalah jenis kapak yakni kapak persegi dan kapak lonjong.Salah satu perkakas manusia purba Merupakan alat yang terbuat dari batu juga namun sudah dibuat dengan lebih halus.
Demikian pembahasan kita tentang Zaman Praaksara dan Hasil Kebudayaan Masyarakat Praaksara serta Kehidupan Sosial-Ekonomi Masyarakat Praaksara. Semoga ada manfaatnya, terima kasih.
Tags:
lain-lain
Thank you for posting very useful information. Continue to work to help the general public become smarter. We wish you success and always in good health.