Peraturan
Menteri Keuangan atau PMK Nomor 6 Tahun
2021 Tentang PPN dan PPH Penjualan Pulsa, Kartu Perdana, Token, dan Voucer
Dalam pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan PMK Nomor 6 Tahun 2021 Tentang PPN dan PPH Penjualan Pulsa, Kartu Perdana, Token, dan Voucer, ditegaskan bahwa atas penyerahan Barang Kena Pajak berupa Pulsa dan Kartu Perdana oleh Pengusaha Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dan Penyelenggara Distribusi dikenai PPN. Pulsa dan Kartu Perdana dapat berbentuk Voucer fisik atau elektronik. Juga atas penyerahan Barang Kena Pajak berupa Token oleh Penyedia Tenaga Listrik dikenai PPN. Token merupakan listrik yang termasuk Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Dalam
pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan (PMK)
Nomor 6 Tahun 2021 Tentang PPN dan PPH Penjualan Pulsa, Kartu Perdana, Token, dan
Voucer, dinyatakan bahwa atas penyerahan Jasa Kena Pajak berupa: a) jasa
penyelenggaraan layanan transaksi pembayaran terkait dengan distribusi Token
oleh Penyelenggara Distribusi; b) jasa pemasaran dengan media Voucer oleh
Penyelenggara Voucer; c) jasa penyelenggaraan layanan transaksi pembayaran terkait
dengan distribusi Voucer oleh Penyelenggara Voucer dan Penyelenggara
Distribusi; atau d) jasa penyelenggaraan program loyalitas dan penghargaan pelanggan
( consumer loyalty/ reward program) oleh Penyelenggara Voucer, dikenai PPN
Dalam
Pasal 18 Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 6/PMK.03/2021 Tentang Penghitungan dan Pemungutan PPN serta PPH Penjualan
Pulsa, Kartu Perdana, Token, dan Voucer, dinyatakan:
(1) Atas penjualan Pulsa dan Kartu Perdana oleh Penyelenggara
Distribusi Tingkat Kedua yang merupakan Pemungut PPh Pasal 22, dipungut PPh
Pasal 22.
(2) Pemungut PPh melakukan pemungutan PPh Pasal 22 sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sebesar 0,5% dari:
a.
nilai yang ditagih oleh Penyelenggara Distribusi Tingkat Kedua kepada
Penyelenggara Distribusi Tingkat Selanjutnya; atau
b.
Harga Jual, atas penjualan kepada pelanggan telekomunikasi secara langsung.
(3) Dalam hal Wajib Pajak yang dipungut PPh Pasal 22
tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, besarnya tarif pemungutan lebih tinggi
100% (seratus persen) dari tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Pemungutan PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) bersifat tidak final dan dapat diperhitungkan sebagai pembayaran PPh dalam
tahun berjalan bagi Wajib Pajak yang dipungut.
(5) PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terutang
pada saat diterimanya pembayaran, termasuk penerimaan deposit, oleh
Penyelenggara Distribusi Tingkat Kedua.
(6) Pemungutan PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) tidak dilakukan atas pembayaran oleh Penyelenggara Distribusi Tingkat
Selanjutnya atau pelanggan telekomunikasi yang:
a.
jumlahnya paling banyak Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah) tidak termasuk PPN dan
bukan merupakan pembayaran yang dipecah dari suatu transaksi yang nilai
sebenarnya lebih dari Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah);
b .
merupakan Wajib Pajak bank; atau
c .
telah memiliki dan menyerahkan fotokopi Surat Keterangan Pajak Penghasilan
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 dan telah terkonfirmasi ke
benarannya dalam system informasi Direktorat Jenderal Pajak.
(7) Pengecualian dari pemungutan PPh Pasal 22 sebagaimana
dimaksud pada ayat (6) huruf a atau huruf b dilakukan tanpa Surat Keterangan
Bebas.
(8) Pemungut PPh sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
a.
memungut PPh Pasal 22 dan membuat bukti pemungutan PPh Pasal 22 pada setiap
akhir bulan diterimanya pembayaran;
b.
menyetorkan PPh Pasal 22 yang dipungut; dan
c.
melaporkan PPh Pasal 22 yang dipungut dalam Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal
22, sesua1 peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(9) Pemungutan PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dilakukan sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal
19 Peraturan Menteri Keuangan atau PMK Nomor
6 Tahun 2021 Tentang PPN dan PPH Penjualan Pulsa, Kartu Perdana, Token, dan
Voucer, menyatakan
(1) Penghasilan berupa:
a.
imbalan sehubungan dengan jasa; dan/atau
b.
penghargaan dalam bentuk voucer, poin, uang tunai atau bentuk lainnya;
merupakan
objek Pajak Penghasilan.
(2) Atas imbalan yang diterima atau diperoleh sehubungan dengan
pemberian:
a.
jasa penyelenggaraan layanan transaksi pembayaran terkait dengan distribusi
Token oleh Penyelenggara Distribusi;
b .
Jasa pemasaran dengan media Voucer oleh Penyelenggara Voucer;
c.
jasa penyelenggaraan layanan transaksi pembayaran terkait dengan distribusi
Voucer oleh Penyelenggara Voucer dan Penyelenggara Distribusi; atau
d.
Jasa penyelenggaraan program loyalitas dan penghargaan pelanggan (consumer
loyalty/ reward program) oleh Penyelenggara Voucer, merupakan objek pemotongan
PPh Pasal 23.
(3) Atas imbalan sehubungan dengan jasa sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) yang diterima atau diperoleh Penyelenggara Distribusi dan/ atau
Penyelenggara Voucer dipotong PPh Pasal 23 sebesar 2% (dua persen) darijumlah bruto,
tidak termasuk PPN.
(4) PPh Pasal 23 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipotong
oleh pihak yang wajib membayarkan imbalan yang merupakan Pemotong PPh.
(5) Dalam hal penerima imbalan tidak memiliki Nomor Pokok
Wajib Pajak, besarnya tarif pemotongan lebih tinggi 100% (seratus persen)
daripada tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(6) Jumlah bruto sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
yaitu:
a.
seluruh imbalan berupa komisi atau pembayaran sejenis lainnya yang dibayarkan
sehubungan dengan jasa yang diberikan; atau
b.
selisih antara nilai yang ditagih dan nilai yang dibayar atas penjualan Voucer
dalam hal jasa yang diberikan tidak didasari pada pemberian imbalan berupa
komisi atau pembayaran sejenis lainnya.
(7) Pemotongan PPh Pasal 23 sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dilakukan jika:
a.
penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank; dan/atau
b.
imbalan sehubungan dengan jasa tersebut telah dikenai Pajak Penghasilan yang
bersifat final berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(8) Pemotong PPh sebagaimana dimaksud pada ayat (4):
a.
memotong PPh Pasal 23 dan membuat bukti pemotongan PPh Pasal 23;
b.
menyetorkan PPh Pasal 23 yang dipotong; dan
c.
melaporkan PPh Pasal 23 yang dipotong dalam Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal
23, sesuai peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Pasal 20
(1)
Penyetoran dan pelaporan:
a.
PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (8); dan
b.
PPh Pasal 23 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (8),
dilakukan
sesuai jangka waktu sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan
mengenai penentuan tanggal jatuh tempo pembayaran, penyetoran dan pelaporan pemungutan
pajak.
(2)
Bukti pemotongan dan/atau pemungutan:
a.
PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (8); dan
b.
PPh Pasal 23 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (8),
dibuat
sesuai ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai
bukti pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan.
Selengkapnya
silahkan download Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 6/PMK.03/2021 Tentang Penghitungan dan Pemungutan Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) serta Pajak Penghasilan (PPH) atas
Penyerahan/Penghasilan sehubungan dengan Penjualan Pulsa, Kartu Perdana, Token,
dan Voucer, melalui link yang tersedia di bawah ini
Link
download eraturan Menteri Keuangan atau PMK
Nomor 6 Tahun 2021 -----disini
Demikian
informasi tentang Peraturan Menteri Keuangan atau PMK Nomor 6 Tahun 2021 Tentang PPN dan PPH Penjualan Pulsa, Kartu
Perdana, Token, dan Voucer. Semoga ada manfaatnya, terima kasih.